Purnama dan segelas kopi dingin...

Baru kemaren aku menghadiri pernikahan seorang teman, teman dekat. Kami telah cukup lama tidak bersua, sedikit aneh memang, seolah baru kemaren aku duduk sebangku dengannya. Hmmm... Masa-masa itu.

Bukan itu sebenarnya yang saat ini ada dalam pikiranku. Saat mengikuti prosesi pernikahan, mataku tertuju pada raut wajah kedua orang tua si pengantin wanita. Seolah tak rela melihat anaknya bersanding dengan lelaki yang mungkin baru sebulan ia kenal, tapi bukan, bukan itu. Aku lebih melihat raut wajah bangga, senang, tenang. Ah, entahlah kawan, wajah itu seolah menyembunyikan rasa yang bergelora dalam kalbunya.

Tapi hingga saat ini aku masih tidak bisa menerka rasa itu. Ah mungkin hanya orang tua yang telah pernah melepas anaknya lah yang tahu.

Untuk saat ini mungkin yang terbaik untukku adalah mencoba dan berusaha, agar nanti saat kedua orang tua  melepasku dengan seorang wanita. Menyaksikan anak laki-lakinya menyunting seorang bidadari. Ketika janji suci itu terucap. Mereka dapat merasa bangga. Merasakan ketenangan. Aku ingin saat hari itu tiba mereka akan berteriak pada seluruh tamu undangan, "Ini anak ku, buah hatiku". Dengan rasa bangga yang membuncah...

Ah, bayangan itu teman. Merusak malam sepiku, ketenangan bulan purnama dan segelas kopi dingin. Ya, bayangan itu menghempas khayalan ku. Entahlah, mungkin aku terlalu banyak makan hidangan saat resepsi tadi, hingga otak ini sedikit tak mampu untuk berpikir jernih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fallen Words

Letters to God

Kau Aku Kita