Kepada Diana Roswita)*

reguklah kesuraman-kesuraman
yang menanamkan dirinya
dalam gelegar gempa dan tsunami
kemilau-kemilau sepi
memang lebih tajam dari cahaya apapun
tapi kepasrahan lebih hangat
dari seribu matahari yang terbit
sehabis hujan
seribu rasa kehilangan tak tersembuhkan
seperti sejuta jarum menghujam
dengan luka tak terperih
meledak dalam darah sebagai kesedihan
kekal
tapi, kenapa kesedihan harus ditangisi?
bukankah segala yang kita tahu
meluncur deras dan lambat
sesuai jalur-jalur yang digariskan takdir

kita tidak bisa menolak atau berkelit

jika dentang jam sudah pasti
senja pun terbungkus dalam kelopak-
kelopak malam
yang menyimpanmu dia antara helai-helai
rambutnya
kekelaman yang lebih kemilau
dari cerukan-cerukan tanpa dasar
pada bingkai waktu

kerangka-kerangka bangunan, puing-puing

tembok,
dan mayat-mayat hampar
seperti rasa kehilangan paling sinting
menyayat hatimu
tapi kenapa masih kau pelihara burung-
burung kematian
hingga dipatokinya keremajaan-keremajaan
kekar
yang berkilau dalam usiamu?

sungguh, seperti kerabat, kematian

datang tanpa salam tanpa di pesan
menjenguk siapa saja
ini hanya soal waktu dengan kerahasiaan
yang lebih misteri dari mimpi

)* Seorang teman


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fallen Words

Great Music

Letters to God