I love you, till death do us apart...

“Cinta telah menyatukan kami, siapa mampu memisahkan kami? Kematian telah merenggut kami, siapa sanggup mengembalikan kami?”
Kata-kata tersebut merupakan petikan dari salah satu kumpulan puisi Kahlil Gibran yang berjudul “Nyanyian Bunga”. So what??? Orang yang membaca ini pasti berpikiran seperti itu. Yup… So What???
Tapi akan lain halnya jika kata-kata tersebut diukir di atas marmer, bukan marmer biasa, marmer putih bersih. Yang pinggirannya berhiaskan perak mengkilat. Apalagi kalau marmer putih itu berada di atas kuburan… Yup!!! Seratus!!! Tulisan tersebut berada di nisan. Nggak tau nisan siapa. Namanya Sani apa gitu, lupa. Yang jelas gw liat waktu nemenin temen gw nyari penjaga makam… Bukan-bukan, kita nggak mau mesen kavling. Dia ada tugas gitu. Kaga ngerti juga gw ngapain, mau wawancara sama mayat kali…
Well… Ngeliat dari tampang nisan dan kuburannya sih udah lumayan lama. Menurut analisa gw udah ratusan taun deh. (Sotoy…!!!) Jadi, karena penasaran gw tanya aja sama si penjaga makam. Dia bilang sih udah lama tu kuburan…(tu kan…gw bener…). Sebelum tu Abang kerja di sini juga udah ada.
Hmmm… So sweet ya??? Pasti yang dikubur disitu orang yang sangat di cintai. Mungkin pacar dari seorang perempuan yang sangat dicintainya. Atau mungkin cuma seorang lelaki biasa dengan cinta yang luar biasa??? Kita ga tahu…
“Cinta telah menyatukan kami, siapa mampu memisahkan kami?”. Yah… Memang agak terdengar sombong sih. Seperti menantang… Mungkin kata-kata itu bermaksud untuk melambangkan kuatnya ikatan kasih mereka, hingga berani menantang orang untuk memisahkan mereka.
“Kematian telah merenggut kami, siapa sanggup mengembalikan kami?”. Ini dia kata-kata yang paling dalem… Pada kali ini mereka seperti merajuk, seakan merasa kalah. Wajar saja, jika kematian telah menapakkan kakinya. Takkan ada yang bisa membuatnya mundur. Selain itu juga seperti masih ada secercah harapan. Mereka bertanya, siapa yang sanggup mengembalikan kami? Siapa yang sanggup menyatukan kami kembali? Jawabannya mungkin cuma satu, yakni kematian itu sendiri.
Mungkin seperti itulah kita harus mencintai seseorang. Yakin akan rasa cinta kita. Yakin akan ikatan kasih yang kita bina dan menjaganya dari segala rintangan bahkan malah menantang rintangan tersebut, well… problem make us perfect. Bukannya meragukan cinta itu sendiri dan dengan mudahnya menyerah. Dan nanti ketika kematian datang barulah kita berpisah. Barulah kita menyerah pada takdir sembari berharap kematian juga yang akan mempertemukan kita dengan belahan hati, dengan kekasih, dengan tulang rusuk kita yang hilang…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fallen Words

Great Music

Letters to God